Wednesday, August 8, 2012

Awal Kisah Tragedi Pembantaian Etnis Muslim Rohingya Dari Dulu Hingga Kini


Masyarakat dunia dibuat terperangah, di jaman modern ini masih terjadi pembunuhan besar-besaran terhadap sebuah etnis untuk dimusnahkan dari sebuah bangsa. Etnis yang paling teraniaya di dunia saat ini iyu adalah Etnis Muslim Rohingya. Pembakaran perkampungan dan pengusiran mereka yang terjadi di Provinsi Rokhine, Burma, merupakan aksi yang tidak bisa dibiarkan oleh dunia internasional. Pembantaian terhadap 10 warga etnik Rohingya bariubaru ini merupakan puncak perlakuan diskriminatif yang sudah lama berlangsung terhadap etnik Rohingya, yang beragama Islam. Selama ini secara turun temurun telah terjadi perseteruan antara kelompok etnis Rohingya yang Muslim dan etnis lokal yang beragama Buddha. Rohingya tidak mendapat pengakuan oleh  pemerintah setempat. Ditambah lagi agama yang berbeda. Beberapa laporan menyebutkan hingga saat ini  sudah terjadi  tragedi pembantaian lebih dari 6000 warga etnis Rohingya yang mayoritas beragama Islam

Selain dibantai, Etnis Muslim Rohingya juga ditolak kehadirannya di negeri Birma. Lebih menyedihkan lagi, presiden Myanmar, Thein Sein melontarkan pernyataan kontroversial mengusir Muslim Rohingya sebagai penyelesaian konflik bernuasa etnis dan agama di negara itu. Bahkan dia menawarkan kepada PBB jika ada negara yang bersedia menampung mereka.
Nasib Muslim Rohingnya semakin mengkhawatirkan. Di negaranya sendiri dianggap sebagai warga negara illegal  dan di luar negara tidak diterima. Ribuan orang Muslim Rohingya menjadi korban pembantaian.  Berdasarkan catatan pemerintah Myanmar, sejak insiden kekerasan pertama kali terjadi, sebanyak 78 warga Rohingya tewas, sementara 90 ribu penduduk minoritas itu kehilangan rumah dan harus hidup di penampungan. Dari data tidak resmi, korban tewas hampir pasti mencapai 650 jiwa. Beberapa sumber bahkan menyebut ribuan muslim Rohingya tewas selama dua bulan terakhir. Kejadian pembantaian etnis Rohingya terjadi ketika pada awal Juni 2012, 10 pemuda muslim dibantai hingga tewas saat naik bus di perjalanan.
Tragedi Terkini Pembunuhan 10 orang Etnis Muslim Rohingya
Kisah tragedi terkini yang memilikan itu terjadi ketika dalam perjalanan menuju rumah dari tempat bekerja  sebagai tukang jahit, Ma Thida Htwe, seorang gadis Buddha berumur 27  tahun, putri U Hla Tin, dari perkampungan Thabyechaung, Desa Kyauknimaw,  Yanbye, ditikam sampai mati oleh orang tak dikenal. Lokasi kejadian  adalah di hutan bakau dekat pohon alba di samping jalan menuju  Kyaukhtayan pada tanggal berikut :


Kronologis Tragedi Pembunuhan 10 orang Etnis Muslim Rohingya
  • 28 Mei 2012 pukul 17:15. Dalam perjalanan menuju rumah dari tempat bekerja sebagai tukang jahit, Ma Thida Htwe, seorang gadis Buddha berumur 27 tahun, putri U Hla Tin, dari perkampungan Thabyechaung, Desa Kyauknimaw, Yanbye, ditikam sampai mati oleh orang tak dikenal. Lokasi kejadian adalah di hutan bakau dekat pohon alba di samping jalan menuju Kyaukhtayan pada tanggal
  • 29 Mei pagi Kasus tersebut kemudian dilaporkan ke Kantor Polisi Kyauknimaw oleh U Win Maung, saudara korban. Kantor polisi memperkarakan kasus ini dengan Hukum Acara Pidana pasal 302/382 (pembunuhan / pemerkosaan). Lalu Kepala kepolisian distrik Kyaukpyu dan personil pergi ke Desa Kyauknimaw pada 29 Mei pagi untuk pencarian bukti-bukti lalu menetapkan tiga tersangka, yaitu Htet Htet (a) Rawshi bin U Kyaw Thaung (Bengali/Muslim), Rawphi bin Sweyuktamauk (Bengali/Muslim) dan Khochi bin Akwechay (Bengali/ Muslim). Penyelidikan menunjukkan bahwa Htet Htet (a) Rawshi tahu rutinitas sehari-hari korban yang pulang-pergi antara Desa Thabyechaung dan Desa Kyauknimaw untuk menjahit. Menurut pengakuannya dia berbuat dipicu oleh kebutuhan uang untuk menikahi seorang gadis, dan berencana untuk merampok barang berharga yang dipakai korban. Bersama dengan Rawphi dan Khochi, Rawshi menunggu di pohon alba dekat tempat kejadian. Tak lama Ma Thida Htwe yang diincarnya datang dan berjalan sendirian, ketiganya lalu menodongkan pisau dan membawanya ke hutan. Korban lalu diperkosa dan ditikam mati, tak lupa merenggut lima macam perhiasan emas termasuk kalung emas yang dikenakan korban.
  • 30 Mei pukul 10.15 Untuk menghindari kerusuhan rasial dan ancaman warga desa kepada para tersangka, aparat kepolisian setempat bersiaga dan mengirim tiga orang pelaku tersebut ke tahanan Kyaukpyu pada tanggal 30 Mei pukul 10.15.
  • 30 Mei pukul 13.20 Pada pukul 13:20 hari yang sama, sekitar 100 warga dari Rakhine Kyauknimaw tiba di Kantor Polisi Kyauknimaw dan menuntut agar tiga orang pelaku pembunuh diserahkan kepada mereka namun dijelaskan oleh pihak kepolisian bahwa mereka sudah dikirim ke tahanan. Massa yang mendatangi kepolisian tidak puas dengan itu dan berusaha untuk masuk kantor polisi. Polisi terpaksa harus menembakkan lima tembakan untuk membubarkan mereka.
  • 30 Mei pukul 13.50 Pada pukul 13:50 100 warga Rakhine Desa Kyauknimaw lalu meninggalkan kantor polisi menuju Kantor Pemerintahan untuk menyampaikan keinginannya dengan diikuti oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadi keributan.
  • 30 Mei pukul 16.00 Pukul 16.00, para pejabat tingkat Kota menerima dan memberikan klarifikasi untuk menghindari kerusuhan, dan penduduk desa meninggalkan kantor pada pukul 17:40.
  • 31 Mei pukul 9 pagi Keesokan harinya, 31 Mei pukul 9 pagi, mereka meninggalkan Yanbye ke Desa Kyauknimaw dengan dua perahu. Mereka pulang dengan membawa santunan sebesar 1 juta Kyat (mata rupiah Myanmar) untuk desa dari Menteri Perhubungan, U Kyaw Khin, 600.000 Kyat dan lima set jubah untuk pemakaman korban serta ditambah 100.000 Kyat dari santunan perwakilan negara.
  • 31 Mei 15:05 Pada 31 Mei 15:05 Menteri Dalam Negeri dan Keamanan Perbatasan Negara, wakil kepala Kantor Polisi, Kabupaten Kyaukphyu dan Kepala Kantor Polisi Distrik berpartisipasi dalam pemakaman korban dan mengadakan diskusi dengan penduduk desa.
  • 1 Juni pukul 9 pagi Pada 1 Juni pukul 9 pagi Kepala Menteri Negara dan partai di Kyaukpyu mengadakan diskusi dengan organisasi pemuda Kyaukpyu atas kasus pembunuhan tersebut. Diskusi-diskusi terutama menyinggung menjatuhkan hukuman jera pada para pembunuh dan membantu mencegah kerusuhan saat mereka sedang diadili
  • 4 Juni 2011 6 pagi Sehubungan dengan kasus Ma Thida Htwe yang dibunuh kejam pada tanggal 28 Mei, sekelompok orang yang terkumpul dalam Wunthanu Rakkhita Association, Taunggup, membagi-bagikan selebaran sekitar jam 6 pagi pada 4 Juni kepada penduduk lokal di tempat-tempat ramai di Taunggup, disertai foto Ma Thida Htwe dan memberikan penekanan bahwa massa Muslim telah membunuh dan memperkosa dengan keji wanita Rakhine.
  • 4 Juni 2011 16.00 Sekitar pukul 16:00, tersebar kabar bahwa ada mobil yang berisikan orang Muslim dalam sebuah bus yang melintas dari Thandwe ke Yangon dan berhenti di Terminal Bus Ayeyeiknyein. Petugas terminal lalu memerintahkan bus untuk berangkat ke Yangon dengan segera. Bus berisi penuh sesak oleh penumpang. Beberapa orang dengan mengendarai sepeda motor mengikuti bus. Ketika bus tiba di persimpangan Thandwe-Taunggup, sekitar 300 orang lokal sudah menunggu di sana dan menarik penumpang yang beridentitas Muslim keluar dari bus. Dalam bentrokan itu, sepuluh orang Islam tewas dan bus juga hancur
Penyelidikan menunjukkan bahwa Htet Htet (a) Rawshi tahu rutinitas  sehari-hari korban yang pulang-pergi antara Desa Thabyechaung dan Desa  Kyauknimaw untuk menjahit. Menurut pengakuannya dia berbuat dipicu oleh  kebutuhan uang untuk menikahi seorang gadis, dan berencana untuk  merampok barang berharga yang dipakai korban. Bersama dengan Rawphi dan  Khochi warga muslim Bengli. Rawshi menunggu di pohon alba dekat tempat kejadian. Tak lama Ma  Thida Htwe yang diincarnya datang dan berjalan sendirian, ketiganya  lalu menodongkan pisau dan membawanya ke hutan. Korban lalu diperkosa  dan ditikam mati, tak lupa merenggut lima macam perhiasan emas termasuk  kalung emas yang dikenakan korban. Untuk menghindari kerusuhan rasial dan ancaman warga desa kepada para  tersangka, aparat kepolisian setempat bersiaga dan mengirim tiga orang  pelaku tersebut ke tahanan Kyaukpyu. Sehubungan dengan kasus Ma Thida Htwe yang dibunuh, sekelompok orang yang terkumpul dalam Wunthanu Rakkhita  Association, Taunggup, membagi-bagikan selebaran kepada penduduk lokal di tempat-tempat ramai di Taunggup,  disertai foto Ma Thida Htwe dan memberikan penekanan bahwa massa Muslim  telah membunuh dan memperkosa dengan keji wanita Rakhine. Sorenya tersiar kabar bahwa ada mobil yang berisikan orang  Muslim dalam sebuah bus yang melintas dari Thandwe ke Yangon dan  berhenti di Terminal Bus Ayeyeiknyein. Petugas terminal lalu memerintahkan bus untuk berangkat ke Yangon dengan segera. Bus berisi penuh sesak oleh penumpang. Beberapa orang dengan mengendarai sepeda motor mengikuti bus. Ketika bus  tiba di persimpangan Thandwe-Taunggup, sekitar 300 orang lokal sudah  menunggu di sana dan menarik penumpang yang beridentitas Muslim keluar  dari bus. Dalam bentrokan itu, sepuluh orang Islam tewas dibantai dan bus juga dibakar  hancur luluh lantak.
Etnis Rohingya
Rohingya adalah grup etnis yang kebanyakan beragama Islam di Negara Bagian Rakhine Utara di Myanmar Barat. Populasi Rohingya terkonsentrasi di dua kota utara Negara Bagian Rakhine sebelumnya disebut Arakan. Etnis Rohingya adalah masyarakat muslim yang hidup tanpa kewarganegraan di Myanmar. Muslim Myanmar hanya berjumlah 4% dari total populasi Myanmar dan menjadikan etnis Rohingya minoritas. Etnis Rohingya tinggal di perbatasan Myanmar dan Bangladesh sejak wilayah itu masih menjadi jajahan Inggris. Namun, saat kedua negara itu merdeka, mereka mendapat perlakuan buruk. Walau sama-sama beragama muslim, etnis Bengal selaku mayoritas di Bangladesh enggan mengurus mereka. Hal ini menyebabkan banyak keluarga Rohingya nekat menetap di Myanmar.
Etnis Rohingya hidup di perbatasan dengan Bangladesh,  sangat mudah untuk mengusir masyarakat Rohingya untuk meninggalkan Myanmar dan menetap di Bangladesh. Sebelumnya pada perang dunia ke II, banyak masyarakat Rohingya yang juga berimigrasi ke Bangladesh dan saat ini yang menetap di Rohingya hanya 90.000 orang. Banyak konspirasi yang berkembang di Asia mengenai Rohingya, ada yang mengatakan muslim sebagai teroris, ada juga yang mengatakan muslim tidak mau murtad dan memeluk Budha hingga akhirnya dibunuh. Namun, dibandingkan dengan sekedar konspirasi, fakta yang berkembang adalah dibantainya etnis Rohingya di Myanmar.
Pada tahun 1988, muncul sistem baru di Myanmar. Walaupun rezim otoriter militer yang memimpin, tapi Myanmar menggunakan sistem pasar. Ketika itu ada undang-undang baru yang namanya The Union of Myanmar Foreign Investment Law. Payung hukum ini adalah perlindungan terhadap sektor eksplorasi dan pengembangan sektor minyak dan gas alam yang melibatkan korporasi-korporasi asing.
Pada kasus Arakan ini adalah pertarungan soal minyak dan gas bumi. Pada tahun 2005, perusahaan gas Cina menandatangani kontrak gas dengan pemerintah Myanmar untuk mengelola eksplorasi minyak. Dari konflik kepentingan ekonomi itu dari konflik ekonomi menjadi konflik sosial secara horisontal. Pihak rezim militer di Myanmar dari era Ne Win hingga sekarang ini, ternyata telah melibatkan perusahaan asing semacam Chevron AS maupun Total Perancis, padahal kedua negara ini kan di permukaan mengangkat isu hak asasi manusia. Tampaknya sulit dihindari dugaan ada pertarungan bisnis yang bermain melalui pintu belakang dari rezim militer Myanmar.
Upaya sengaja untuk merampas hak atas tanah, penolakan kewarganegaraan, pembantaian massa, pengusiran, pembakaran pelarangan pelaksanaan ibadah, penutupan jalur pasokan makanan, dan sejumlah tindakan brutal lainnya adalah sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Tindakan diskriminatif yang menimpa Muslim Rohingya berlatar belakang agama. Ini tidak bisa dibiarkan terus berlangsung. Penganiayaan yang dilakukan dengan cara-cara militer kepada warga sipil harus segera dihentikan. Seluruh bangsa-bangsa di dunia harus bertanggungjawab atas nasib dan masa depan suku Rohingya di Myanmar. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh tentara Myanmar ini tidak dapat ditolerir atas nama apapun. Bahkan, tindakan-tindakan ini mengindikasikan telah terjadinya skenario pembasmian etnis terhadap kaum muslim Rohingya.
Konflik Horisontal Antar Agama
Ternyata bukan hanya ditekan oleh militer dan pemerintahan Birma. Etnis muslim Rohingyapun juga menjadi sumber konflik horisontal antar agama.  Konflik horisontal ini semakin memanas ketika para tokoh pemuka agama sudah mulai ikut melakukan intervensi. Di sejumlah titik dekat pengungsian, sekelompok biksu mengeluarkan selebaran berisi peringatan kepada warga Myanmar untuk tidak bergaul dengan Muslim Rohingya. Sementara selebaran lainnya berisi rencana untuk memusnakah kelompok etnis lain di Myanmar. Lebih rumit lagi, ketika dua organisasi biksu terbesar di Myanmar, Asosiasi Biksu Muda Sittwe dan Asosiasi Biksi Mrauk Oo menyerukan agar warga Myanmar tidak bergaul dengan Muslim Rohingya. “Muslim Rohingya bukanlah kelompok etnis Burma. Mereka akar penyebab kekerasan,” kata salah seorang pemimpin biksu, Ashin Htawara dalam sebuah acara di London.
Direktur Arakan Project LSM lokal, Chris Lewa, mengungkapkan “Biarawan Myanmar disebut turut andil menyebarkan kebencian terhadap Muslim Rohingya. Beberapa tahun terakhir, para biksu memainkan peranan dalam penolakan masuknya bantuan kepada umat Islam,”  Beberapa anggota badan kemanusiaan di Sittwe juga ikut bersaksi bahwa   sejumlah biksu ditempatkan dekat kamp pengungsi. Mereka memeriksa setiap orang yang berkunjung lantaran khawatir akan memberikan bantuan. Para pengamat mengatakan, biksu Myanmar terlihat memblokir bantuan internasional yang ditujukan untuk pengungsi muslim. Di Sittwe misalnya, para biksu menolak untuk mengizinkan masuknya bantuan internasional. Menurut mereka, bantuan itu sangat bias. Amnesty Internasional mengatakan selepas bentrokan Muslim Rohingya kerap mendapat serangan fisik. Bahkan tak jarang jatuh korban.
Ditolak dimana-mana
Diperkirakan, sebanyak 800 ribu Muslim Rohingnya tinggal di Myanmar. Namun, pemerintah menganggap mereka sebagai orang asing dan warga Myanmar juga menyebut mereka pendatang haram dari Banghladesh. Kondisi Muslim Rohingnya semakin mengkhawatirkan karena dunia tidak mempedulikannya. Bangladesh sendiri tidak bersedia menampung mereka dengan alasan tidak mampu. Sehingga banyak pengungsi Rohingya ke Bangladesh dipulangkan kembali begitu tiba di Bangladesh. Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, menyatakan negaranya tidak ingin ikut campur soal nasib pengungsi Rohingya. Kekerasan dua bulan terakhir yang menimpa etnis minoritas itu bagi dia urusan pemerintah Myanmar. Jangankan mendapat perlindungan, diperlakukan layak saja sudah sangat beruntung. Setibanya di pantai-pantai Bangladesh, mereka dikumpulkan dan dijaga ketat oleh aparat bersenjata lengkap. Di bawah todongan senjata mereka dibariskan lalu diberi nasi bungkus dan satu botol air minum.
Tentara militer dengan menggunakan senapan serbu semi-otomatis yang biasa digunakan dalam perang itu, kemudian menggiring mereka ke dermaga. Setelah itu mereka disuruh naik ke sampan-sampan yang jauh dari layak untuk menyeberangi lautan. Dengan tanpa belas kasihann sedikitpun para militer tersebut melakukan perintah komandannya untuk memaksa para pengungsi itu untuk masuk ke sampan itu lalu kembalilah ke laut.
Di Bangladesh ditolak di Burma diusir, sehingga para Muslim tak berdaya terkatung-katung di laut tidak tahu harus kemana.  Tak peduli mereka mau kemana yang pasti tidak merepotkan Bangladesh. Praktis Muslim Rohingya itu kebingungan harus kembali ke mana. Sebab, di Myanmar mereka tidak diterima bahkan disiksa dan di Bangladesh juga diusir-usir. Bahkan Presiden Myanmar Thein Sein mantan jenderal militer itu mendukung kebijakan yang mendorong terjadinya penghapusan etnis. Thein Sein mengatakan, sekitar 800 ribu etnis Rohingya harus ditempatkan pada kamp pengungsi dan dikirim ke perbatasan Bangladesh. Lebih menyedihkan lagi ketika pejuang demokrasi Myanmar sekaligus peraih Hadiah Nobel Perdamaian, Aung San Suu  Kyi memilih diam menghadapi kebijakan Presiden Thein Sein dalam menyelesaikan kasus etnis Rohingya.
Saat ini etnis Muslim Rohingya mungkin salah satu kelompok yang paling teraniaya di dunia.   Etnis Rohingya tak boleh ada di Myanmar dan tidak diterima di bangladesh. Tak ada pilihan selain naik sampan dan akhirnya terkatung-katung di samudera luas. Banyak di antara mereka yang gagal menaklukan ganasnya samudera sehingga harus tewas dan dikuburkan di lautan. Mudah-mudahan doa para teraniaya itu dapat menyelematkan mereka atas upaya manusia tidak berperikemanusiaan untuk membasminya di muka bumi ini.
Sumber : http://demokrasiindonesia.wordpress.com/2012/07/29/kisah-tragedi-pembantaian-etnis-muslim-rohingya-dari-dulu-hingga-kini/


Kisah Sedih Muslim Rohingya; Diculik, Dipenjara, dan Dibunuh

Tanjungpinang (BP) – Mereka hanya butuh teman. Mereka butuh perlindungan. Dinegeri mereka, tak sedikit wanita berparas cantik menjadi korban penculikan. Tak hanya itu banyak anak lelaki yang berusia di atas dua belas tahun dibunuh hanya karena dirinya beragama Islam.
Itulah penuturan Muhammad Alam, satu diantara Muslim Rohingya saat ini ditampung di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Tanjungpinang. Selasa siang (31/7), puluhan lelaki berkulit hitam dengan menggunakan pakaian sekadarnya terlihat berlari kecil mendekati Batam Pos. Ya, itulah sepintas suasana yang terasa ketika baru memasuki ruangan tahanan Rudenim. Sorot mata tajam, penuh tanya menyertai mereka ketika berbicara.
Ada harapan yang terbersit dari sorot mata lelaki paruh baya yang ikut berkumpul bersama mereka yang masih muda dan segar. Pemandangan penuh jemuran pakaian di mana-dimana. Bau pakaian yang tidak dicuci menjadi pengharum ruangan yang dibangun dengan biaya ratusan juta itu. Apa hendak dikata, mereka tak membawa apa-apa ketika lari menyelamatkan diri dari keganasan Junta Militer Myanmar.
Ada yang bilang mereka bersikap keras. Tapi pada kenyataannya, mereka berharap memiliki teman di negara baru ini. Teman yang bisa membantu mereka sampai tujuannya. Teman yang mau mendengar kekejaman militer di Myanmar sana. Ya teman yang mau mendengar kisah sedih umat Islam di Myanmar yang harus berhadapan dengan moncong senapan militer Myanmar setiap hari.
Sebanyak 82 orang muslim Rohingya saat ini berada di Rudenim, Tanjungpinang.  Terpisah jauh dari keluarga dan kerabat mereka yang tidak jelas keberadaannya.
Bagaimanakah sebenarnya kisah pembantaian yang mereka alami yang kini menjadi perhatian masyarakat di dunia. Berikut kejadian yang dapat mereka sampaikan.
***
Diceritakan Muhammad Alam, perisitiwa pembantaian itu masih terngiang di dalam kepalanya. Tatapan matanya masih menggambarkan seribu kisah kesedihan yang merenggut ratusan nyawa saudara, teman, dan kerabatnya sendiri. Lelaki separuh baya ini adalah satu di antara puluhan umat muslim Rohingya di Rudenim. Ia harus terpaksa berpisah dengan istri dan ketiga anaknya yang saat ini berada di Malaysia. Sementara orangtua dan saudaranya masih berada di Myanmar. Ia mengaku, tidak pernah dapat menghubungi kerabatnya itu. Matanya berkaca-kaca ketika bercerita betapa kejamnya perlakuan junta militer Myanmar terhadap umat Islam yang dominan menjadi kelas terbawah di Myanmar.
“Pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya menjadi hal yang sudah biasa,” ucapnya dengan sedikit ketir sembari menerawang kosong.
Menurutnya, malam hari adalah puncak dari segala ketakutan,  karena saat itulah kaum mayoritas dengan leluasa melakukan aksi tidak manusiawinya. Tak sedikit wanita-wanita berparas cantik, menjadi korban penculikan. Tak hanya itu banyak anak lelaki yang berusia di atas dua belas tahun, yang dibunuh hanya karena dirinya beragama islam.
Sejak tahun 1995, kalangan tertentu di Myanmar menunjukkan kebenciannya terhadap umat Muslim Rohingya. Mulai saat itu, kehidupan muslim Rohingya berangsur-angsur memburuk. Pembunuhan dan pembantaian menjadi aksi yang paling brutal  di Myanmar saat ini. ”Pembunuhan dan penganiayaan secara sadis tanpa pandang bulu setiap hari dilakukan. Baik manula maupun anak kecil menjadi korban tindak kekerasan umat mayoritas Myanmar,” ungkapnya.
Kaum muslim tidak mampu beraktifitas sehari-hari dengan aman dan nyaman. Tidak ada kesempatan bagi orang-orang Rohingnya untuk sekedar makan dan minum karena aktivitas sekecil apapun yang dilakukan tidak diperbolehkan. Apabila larangan itu dilanggar, maka nyawa menjadi taruhannya. Keyakinan mereka begitu kuat. Hal itulah yang menyebankan milter semakin geram melihat orang-orang muslim beribadah.
Mereka mengunci masjid-masjid di perkampuangan orang-orang Rohingya. Dulu, pembunuhan sadis dilakukan terhadap kaum muslim masih mengenal toleransi, namun toleransi itu berlaku bagi kaum-kaum yang memeliki kemampuan ekonomi menengah ke atas.
Saat ini toleransi tersebut sudah tidak berlaku lagi, muslim kaya maupun miskin tetaplah sama. Dalam situasi seperti ini, para muslim tidak dapat meminta perlindungan kepada pemerintah Myanmar. Pemerintah Mtidak mengakui  Rohingya merupakan warga negara Myanmar.
Sehingga mereka terlunta-lunta dalam mempertahankan kehidupan mereka.
Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak pun tak dapat mereka rasakan. Mahalnya harga beras dan larangan bagi mereka untuk menyimpan makanan membuat mereka mengalami kesulitan untuk memenuhi asupan gizi mereka. Dan jika ada dari sebagian mereka yang jatuh sakit, mereka tidak mampu berbuat banyak selain menolong semampu mereka dan pasrah.
Hampir setiap malam mereka hidup dalam kegelapan karena seringnya listrik di padamkan oleh pihak Myanmar. Pebedaan perlakuan ini kerap mereka alami.
Perihnya kondisi itu, tak hanya Muhammad Alam saja yang kehilangan anak, istri, dan  keluarganya. Tujuh orang anak lelaki berusia sembilan tahun hingga duabelas tahun harus menjadi yatim piatu akibat tindak pelanggaran Hak Asazi Manusia (HAM) berat di Myanmar.
Kehidupan yang dipenuhi rasa was-was, terus menghantui perjalanan hidup mereka. Penggambaran secara rinci tiap peristiwa pembantaian yang dialami Muhammad Alam dan ratusan muslim Rohingya di Myanmar menjadi perbincangan di kalangan masyarakat dunia

0 komentar:

Post a Comment

Murottal Online

Listen to Quran

Daftar Isi